Dalam sejarahnya Gereja Kristus Jembatan Hitam (GKJH) bukan berasal dari Gereja Kristus, tetapi dari "Yayasan
Gereja Almaseh". Gereja ini awal mulanya dirintis oleh sekelompok
orang-orang percaya yang mengadakan
persekutuan di rumah Jap Tjin Siang di Jl Pengukiran No. 39 Jakarta Barat pada
awal tahun 1958. Hari demi hari Tuhan menambahkan jumlah orang yang bersekutu
di rumah tsb. Kemudian dibentuklah suatu badan hukum yang bernama "
Yayasan Gereja Almaseh" pada tanggal 17 Februari 1958, akte notaris no. 156,
dengan susunan pengurus sbb:
Ketua :
Jap Tjin Siang
Wakil Ketua
: Thio Tek Hoo
Penulis I
: Tan Tjan Goan
Bendahara
: Lie Tang Seng
Penasehat
: Lim Tiang Guan
Ex Officio
: Pdt The Eng Siang
Ternyata
yayasan ini tidak bertahan lama. Pada tanggal 02 Juli 1960 secara resmi
persekutuan orang-orang percaya ini resmi masuk dan diterima menjadi anggota
Sinode Gereja Kristus. Dengan demikian terbentuklah Gereja Kristus yang baru.
Pada waktu itu mereka masih tetap menggunakan tempat dari “Yayasan Gereja
Almaseh”.
Pada
tahun 1963, Gereja Kristus yang baru ini mendapat tempat untuk membangun gedung
gereja di Jalan Jembatan Hitam No. 44, Jakarta Barat seluas 180 m. dengan hak
Verpoding dari perkumpulan “Lay A Njie” dengan ikatan Akte Persekutuan No. 17
dan Akte Kuasa No. 18, masing-masing pada tanggal 08 April 1963 dan diresmikan
penggunaannya pada pertengahan bulan Nopember 1963 oleh Bapak Gouw Yam Soen.
Pada
tanggal 17 Februari 1968, demi menunjang pertumbuhan gereja, didirikanlah
sekolah dengan nama Sekolah Pengajaran dan Pendidikan “Gereja Kristus”, untuk
tingkat Sekolah Dasar (SD), yang pengelolaannya dilakukan oleh beberapa Majelis
Jemaat GKJH.
Hamba Tuhan GKJH periode 1970 – 1983
Sejak
tahun 1970 – 01 Agustus 1983, hamba Tuhan di GKJH hamper tidak ada yang full
time. Gereja ini hanya dilayani oleh Pendeta full time selama tiga tahun.
Keberadaannya sebagai berikut:
- Periode 1970-1971 – Tidak ada
pengerja rohani, hanya Pendeta konsulen.
- Periode 1971-1974 – Ada Pendeta yang
bertugas secara full time yaitu Pdt. Ang Soen Kauw dari Sinode Gereja
Kristus.
- Periode 1974-1983 – Kembali tidak
ada pengerja rohani yang tetap. Jemaat hanya dipimpin oleh Mejelis Jemaat
atau Guru Agama dari SD “Joy”. Kadang mahasiswa yang sedang praktek dari
Sekolah Tinggi Teologia Cipanas antara lain Ibu Ev. Sophia Sung (sekaran
melayani di gereja Hok Im tong, Bandung). Atau rohaniwan separuh waktu.
Hanya pada hari Minggu ada Pendeta atau rohaniwan dari Gereja Kristus,
lainnya hanya datang untuk berkhotbah.
- Periode 01 September 1978 – 31 Juli
1983. Badan Pekerja Harian Sinode Gereja Kristus memperbantukan Ibu Lucie
Gunawan sebagai pengerja rohani paruh waktu di GKJH. Dikatakan paruh
waktu, karena waktu itu statusnya adalah pengerja rohani penuh waktu di
Sinode Gereja Kristus yang melayani di komisi-komisi. Antara lain di
komisi Sekolah Minggu, Komisi Pemuda dan Komisi Wanita.
Tahun 1981 Sinode Gereja Kristus menugaskan Ibu
Lucie Gunawan untuk membantu pelayanan di Gereja Kristus Sukabumi, mengingat
pada waktu itu Gereja Kristus Sukabumi tidak memiliki pengerja rohani. Dengan
demikian, waktu pelayanan Ibu Lucie untuk komisi-komisi di Sinode dan GKJH
menjadi berkurang. Namun melihat situasi ini, Badan Pengurus Harian Sinode
Gereja Kristus memutuskan agar Ibu Lucie Gunawan secara penuh waktu melayani di
GKJH saja.
Keadaan GKJH sebelum tahun 1983
Jumlah jemaat yang terdaftar tahun 1983 sekitar 69 anggota, yang terdiri
dari 15 pria dan 54 wanita. Mereka diantaranya adalah 19 orang janda, 12 yang
buta aksara, 23 orang berumur di atas 45 tahun dan 15 orang dibawh 45 tahun. Pekerjaan
mereka yang berusia di atas 45 tahun pada umumnya ini rumah tangga, karyawan
dan beberapa orang tidak bekerja. Mereka yang di bawah 45 tahun, umumnya
bekerja sebagai karyawan di toko-toko.
Pendidikan mereka 40% adalah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP), sedangkan 35 % lainnya adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Dan kira-kira
25 % buta huruf.
Keadaan ekonomi anggota jemaat kira-kira 75% adalah golongan lemah dan
selebihnya golongan menengah. Hal ini sangat berpengaruh pada keuangan gereja.
Tempat tinggal jemaat kebanyakan tidak terlalu jauh dari gereja. Yang
paling jauh dari gereja terdapat di daerah Kapuk. Kehadiran anggota jemaat pada
Kebaktian Minggu berkisar antara 25-30 orang saja. Dan kebanyakan yang hadir
adalah orang tua dan wanita.
Perkembangan GKJH tahun 1983 – 2001
Sejak 1 Agustus 1983 ibu Lucie Gunawan mulai melayani di GKJH secara full
time. Dalam melakukan perbaikan beliau memberi perhatian kepada bagian Sekolah
Minggu perlawatan jemaat. Ia juga mengadakan Pemahaman Alkitab (PA) dan
Persekutuan Doa secara rutin.
Untuk kegiatan Sekolah Minggu GKJH dibantu oleh gereja Kristus Ketapang
khususnya tenaga pengajar atau guru-guru Sekolah Minggu. Hal ini berlangsung selama
kurang lebih empat tahun sampai GKJH memiliki guru sendiri dalam pelayanan
Sekolah Minggu. Dalam perkembangannya dibentuklah komisi bagian remaja untuk
mewadahi anak-anak SM yang sudah tamat di tingkat SD. Lima tahun kemudian
terbentuklah bagian pemuda. Kurang lebih ada sekitar 20 pemuda-pemudi yang
mengikuti Kebaktian Pemuda yang diadakan setiap Sabtu. Hal ini memberi pengaruh
juga terhadap kehadiran jemaat di Kebaktian hari Minggu. Jumlah jemaat yang
hadir dalam kebakian Minggu bertambah dari 25-30 orang menjadi 45-55 orang.
Tahun 1990 GKJH mulai mengirim 1-3 muda-mudi ke Gereja Kristus Ketapang untuk
mengikuti kelas calon guru-guru Sekolah Minggu yang mereka adakan untuk umum. Lama pelajaran yang mereka berikan adalah satu
tahun. GKJH berusaha untuk mengirimkanny ahampir tiap tahun atau kadang dua
tahun sekali. Di anatar mereka yang mengikuti kelas tersebut, justtru ada yang
dikukuhkan panggilannya menjadi hamba Tuhan, yaitu Sdr. Budi Dermawan. Setelah
nyata panggilannya, gereja mengutus Sdr. Budi Dermawan untuk belajar di
Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Malang. Ada pun sejak bulan April 1999
pelayanan sakramen dilayani oleh Pdt Lucie Gunawan setelah beliau ditahbiskan
ke dalam jabatan Pendeta. Sebelunya selama kurang lebih 18 tahun dilayani oleh
Pdt Andreas Winata, S.Th dari Gereja Kristus Ketapang sebagai Pendeta Konsulen.
Penghambat Pengembangan
Dalam perjalanan sejarahnya, sekolah yang dimiliki GKJH ternyata menghadapi
berbagai hambatan, bahkan ada pihak-pihak tertentu yang ingin memilikinya
secara pribadi dengan cara yang ilegal. Untuk menghilangkan jejak bahwa sekolah
ini milik gereja maka ada anggota majelis yang diserahi tanggung jawab untuk
mengelola sekolah tersebut berusaha menghilangkan surat-surat gereja dan
merubah nama sekolah menjadi SD “Guna Kristus” dengan Yayasan Guna Kristus pada
tanggal 24 Juli 1970. Kemudian diuabh lagi menjadi TK-SD “Joy” dengan Yayasan
Joy. Dan akhirny aberubah lagi menjadi TK-SD “Joy” dengan Yayasan Pendidikan
dan Sosial “Joy” pada tahun 1981, dan semua ini dilakukan tanpa seijin Majelis
GKJH.
Justru pada waktu keadaaan sudah mulai membaik, gereja mulai berkembang,
Sekolah Minggu dan bagian-bagian lainnya mulai bertumbuh, namun terjadi
perselisihan dengan SD “Joy” tepatnya pada bulan Februari 1985. Pihak Joy
menutup semua ruang kelas kecuali ruang kebaktian untuk hari Minggu. Hal ini
sangat mengganggu kegiatan gereja, khususnya ruangan untuk anak-anak Sekolah
Minggu.

Perselisihan tersebut mengakibatkan terhambatnya perkembangan gereja bahkan
membawa kemunduran total. Sekolah Minggu yang sudah berjumlah anatara 70-80
anak, tahun demi tahun berkurang hingga tersisa kurang lebih 15 anak saja. Mereka
dilarang oleh guru-guru SD “Joy” untuk datang ke Sekolah Minggu GKJH. Demikian
pula orang tua murid diberitahukan untuk tidak datang ke GKJH. Bagian remaja
pun mengalami hal yang sama, berangsur-angsur berkurang karena tempat yang tak
menentu dan sebagainya. Malah Yayasan Pendidikan dan Sosial “Joy” dengan
sengaja mendirikan gereja di belakang bangunan GKJH dan bekerja sama dengan
gereja Bethel. Melalui para pendiri dan mantan Majelis serta mantan para
pengurus sekolah, data-data sebagai bukti yang sah dapat ditemukan kembali
secara lengkap, ini semua berkat pertolongan Tuhan semata.
Para Majelis dan pengurus serta bantuan dari Bapak dan Ibu Gultom serta Ev.
Daniel Herry Iswanto, berusaha untuk menyelesaikan persoalan ini baik secara
kekeluargaan dan gerejawi. Tetapi ternyata tidak bisa juga sehingga terpaksa
kami lakukan melalui jalur hukum. Dan ini berlangsung selama empat tahun lebih.
Akhirnya, pada tanggal 8 April 1989 secara resmi gedung gereja telah
kembali seluruhnya setelah Pemerintah Daerah menyerahkan kepada gereja sesuai
dengan fungsi semula. Berdasarkan SK Gubernur No. 10 tahun 1988, SK Walikota
Jakarta Barat, Surat Perintah Dinas Perumahan DKI Jakarta. Lalu antara sekolah
dan gereja diambil keputusan sebagai berikut:
- Sekolah diambil oleh
Ny. Mariani Alex (isteri Alex Yusuf – Lee Eng Kim).
- Sekolah tidak lagi
diadakan di bangunan/lahan gereja.
- Gereja memiliki semua
ruangan yang ada.
Hamba Tuhan yang pernah
melayani part time di GKJH
- Ev. Sophia Sung
- Pdt Daniel Herry
Iswanto, M.Th
- Ibu Martha
- Ev. Ridhu
Majelis dan Pengurus Bagian
Periode 2000 – 2003
Ketua : Pnt
Jemmy Rondonuwu
Wakil Ketua : Pnt Welly Tjugito
Sekretaris 1 : Pnt David
Setiawan
Sekretaris 2 : Pnt Dewi Susanti
Bendahara 1 : Pnt Tjie Tiong Tjoen
Bendahara 2 : Pnt Jenny Karianto
Anggota : Pdt.
Lucie Gunawan, M.Div
:
Pnt Hendra Kwan
:
Pnt Marsih
Pengurus Bagian
Bagian Wanita
Ketua : Ibu
Melly
Sekretaris : Ibu
Mastiana
Bendahara : Ibu Ratna
/ Ibu wiwih
Bagian Sekolah Minggu
Ketua/Sekr. : Sdri Tju Ing
Bendahara : Sdri Yani
Bagian Remaja
Ketua : Sdr
Dede
Sekretaris : Sdri
Lenny
Bendahara : Sdri Mei
Ling
Bagian Pasutri
Ketua : Bpk Agus Setiawan
Sekretaris : Ibu Susi
Elawati
Bendahara : Ibu
Lindawati
(disadur oleh Hendi Rusli dari buku Emeritasi Pdt Lucie Gunawan dan beberapa sumber lisan)